Di Tangan Sisilia, Benang Lusuh Menjelma Harapan dan Warisan Leluhur


Di Tangan Sisilia, Benang Lusuh Menjelma Harapan dan Warisan Leluhur

Di sudut terpencil Nusa Tenggara Timur, di bawah terik matahari Amfoang yang menyengat, sebuah melodi ritmis terdengar dari sebuah rumah sederhana. Bukan alunan musik modern, melainkan bunyi tak-tok kayu yang beradu, sebuah simfoni kuno yang lahir dari tangan seorang gadis belia. Dialah Sisilia Mardiana Pora Lede, siswi SMA Negeri 2 Amfoang Timur, yang di tangannya, masa depan tradisi dan harapan keluarga sedang ditenun helai demi helai.

Setiap hari, ketika teman-temannya melepas lelah setelah seharian di sekolah, perjuangan Sisilia justru baru dimulai. Seragam putih abu-abunya berganti, dan ia duduk bersimpuh di hadapan pasunium, alat tenun warisan yang menjadi saksi bisu ketekunannya. Baginya, ini bukan sekadar hobi pengisi waktu luang; ini adalah ritual, sebuah panggilan jiwa.

Lihatlah jemarinya yang lincah menari. Jari-jari yang sama yang memegang pena untuk menulis rumus fisika, kini dengan mahir menahan laju benang dengan nekan, membentuk jiwa pada corak dengan sial dan kuat, lalu memadatkan setiap motif dengan hentakan ut yang mantap. Setiap helai benang, yang warnanya ia pilih dengan intuisi seorang seniman, bukanlah sekadar material. Itu adalah kanvas bagi mimpinya, benang-benang yang akan menjelma menjadi syal hangat, tais (sarung) yang agung, hingga betik (selimut) yang memeluk.

"Untuk syal, butuh waktu seminggu tanpa henti," bisiknya, matanya tak lepas dari pola rumit di hadapannya. "Kalau sarung, bisa dua minggu. Selimut paling lama, sebulan penuh kesabaran."

Waktu yang ia curahkan adalah pengorbanan. Di usianya yang muda, ia merelakan waktu bermain demi sebuah mahakarya. Namun, pengorbanan itu melahirkan keajaiban. Dari alat tenun sederhananya, lahir kain-kain yang tak hanya indah dipandang, tetapi juga menyimpan denyut nadi kebudayaan Amfoang.

Namun, api semangat Sisilia tak hanya menyala untuk dirinya sendiri. Di tengah masyarakat yang perlahan mulai melupakan seni leluhur ini, ia menjelma menjadi suluh. Ia tak segan membuka pintu rumahnya, berbagi ilmu dengan siapa pun yang hatinya tergerak untuk belajar. Dengan kesabaran seorang guru, ia menuntun tangan-tangan yang kaku, mengajarkan mereka bahasa benang dan motif, mengubah rasa penasaran menjadi keterampilan yang bisa menghidupi. Ia tidak hanya melestarikan budaya, ia sedang menanam benih kemandirian ekonomi di lingkungannya.

Di setiap gulungan kain pada monas, Sisilia menitipkan sebuah doa. Sebuah harapan besar agar tenunannya tak hanya menjadi pajangan, tetapi menjadi penopang ekonomi keluarganya. Ia membayangkan karya tangannya melintasi batas desanya, dikenal, dan dihargai, membuktikan bahwa tradisi adalah harta karun yang tak ternilai.

Kisah Sisilia adalah sebuah perlawanan senyap terhadap zaman yang terus berubah. Ia adalah penjaga api tradisi, pahlawan ekonomi kreatif di usianya yang belia. Di tangannya, sehelai benang bukan lagi sekadar benang. Ia adalah bukti hidup bahwa warisan leluhur, jika dirawat dengan cinta dan ketekunan, akan selalu menemukan jalannya untuk bersinar, merajut masa depan yang lebih cerah bagi dirinya dan komunitasnya.

https://www.youtube.com/watch?v=ChccSMnbKWk

Pengembangan Diri

Berita Terpopuler

Kolom Komentar


Berikan Komentar

Alamat Email anda tidak akan ditampilkan. Wajib diisi untuk kolom *